Jumat, 12 April 2013

PRAKTEK PEMBELAJARAN DI KPH BALI TENGAH


Ir. Jamal Husni, MM

Pembelajaran hari kamis dan Jumat tanggal 11 -12 April 2013 di lanjutkan ke KPH Bali Tengah yang meliputi empat Kabupaten yaitu Kabupaten Badung, Bangli, Buleleng dan Kabupaten Tabanan.  Para peserta berangkat dari Denpasar menuju Bali Tengah dengan 3 buah minibus, sekalian chek out dari hotel, karena hari ini kami pindah hotel ke pantai utara pulau Bali.  Lokasi yang akan dituju untuik 2 hari ini meliputi 6 tempat yaitu pengelolaan hutan oleh masyarakat adat di Pura Luhur Batukau di desa Wongaya Gede Kabupaten Tabanan, kemudian di lanjutkan ke Kebun Raya Eka Karya Bali di Desa Candikuning, Baturiti Kabupaten Tabanan, kemudian dilanjutkan ke Hutan Desa di Desa Selat Kabupaten Buleleng. Pengelolaan Hutan di Desa Galungan, Pengelolaan Air terjun di Desa Bedukul dan Penangkaran rusa di Desa Bebiti.

Perjalanan di tempuh ke desa Wongaya selama 2 jam, melewati sawah yang terhampar dengan pemandangan sangat indah, apalagi sawah-sawah yang ada tertata, kemudian dengan metode penanaman serentak membuat pemandangan tersendiri bagi para peserta pelatihan Calon KKPH Angkatan III fase II ini.

Pura Luhur Batukau

Pura Luhur ini termasuk pura tertua di Pulau Bali.  Ketika saya tanyakan tentang sejarah ini, maka tetua Pura Luhur ini mengatakan bahwa mereka tidak  mengetahui kapan pertama kali pura ini di dirikan, dari cerita yang mereka dapatkan bahwa ketika para Resi datang dari Pulau Jawa pada Abad ke 13, mereka sudah menemukan adanya tempat sembahyang di lokasi ini.  Hal ini menunjukkan bahwa Pura ini termasuk pura yang sudah sangat tua, bahkan ketika saya tanya kepada orang yang ada di sekitar pura, mereka berani mengatakan bahwa pura ini didirikan pada abad ke 4, dan juga ada yang mengatakan bahwa pura ini didirikan sezaman dengan Kerajaan pertama di Indonesia yaitu kerajaan Kutai di Kalimantan Timur yang didirikan pada abad ke 2 masehi.

Dari 6 Pura besar di Bali, maka pura Luhur Batukau termasuk salah satunya dari Kahyangan besar di Pulau Bali.  Pura ini terletak di tengah hutan lindung Gunung Batukau, namun kawasan ini sudah di enclave dari kawasan hutan.  Keberadaannya di tengah hutan membuat Pura ini menjadi salah satu tujuan pemujaan umat agama Hindu di Bali dari berbagai Daerah.

Ketika saya mendengar penjelasan para tokoh dan tetua adat, maka saya dapat mencatat beberapa hal yang membuat terjaga dan lestarinya hutan Gunung Batukau yang luas 3.256,62 Ha sebagai berikut :
  1. Keterikatan masyarakat dengan hutan juga di dukung oleh ajaran agama Hindu yang melekat di tengah masyarakat, walaupun ajaran ini hampir sama saja dengan ajaran pada agama lain yaitu TREE HITA KERANA,  Artinya dalam kehidupan ini manusia akan senantiasa berhubungan dengan tiga keadaan yaitu : Hubungan Manusia dengan Pencipta, Hubungan Manusia dengan Alam Lingkungan, Hubungan Manusia dengan sesama manusia.
  2. Dalam menyikapi hubungan dengan alam lingkungan, maka para tetua adat atau para guru atau para pendeta, senantiasa menekankan kepada umat mereka bahwa mereka harus senantiasa menjaga lingkungan mereka sebagai wujud cinta mereka pada sang maha pencipta yang mereka puja di Pura ini.  Kebetulan pura ini terletak di tengah kawasan hutan, sehingga tingkat ketergantungan dan petuah para guru serta keyakinan akan ajaran mereka membuat mereka tidak berani merusak hutan.
  3. Adanya ketergantungan masyarakat akan air untuk keperluan pertanian yang mereka yakini bersumber dari dalam kawasan hutan.  Sehingga mereka tetap menjaga hutan, bahkan hasil hutan bukan kayu pun tidak mereka lakukan pemungutan.
  4. Dengan keberadaan Pura di tengah kawasan hutan, membuat keterikatan masyarakat dengan hutan cukup tinggi, dan masyarakat sudah merasakan keberadaan hutan sangat membantu usaha mereka di dalam bidang pertanian.
  5. Disamping adanya ajaran Tree Hita Kerana, dan keberadaan para tokoh dan tetua,  Peraturan Pemerintah dalam mengatur hutan juga membuat masyarakat Desa Wongaya  Gede dan sekitarnya juga selalu menjaga hutan.  Ada anggota masyarakat mereka yang sudah merasakan  lembabnya penjara karena melakukan penebangan hutan.
  6. Adanya penjaga desa adat (PECALANG) yang senantiasa melakukan pengamanan di desa adat.  Secara permanen belum ada organisasi yang melakukan pengelolaan hutan di daerah ini.  Organisasi yang ada, hanya mengelola soal pemujaan yang ada di Pura ini, dan masyarakat mengikuti peraturan yang mereka lakukan, dan mereka secara swadaya berusaha menjaga hutan.
  7. Adanya hubungan yang baik antara tokoh masyarakat adat dengan Dinas Kehutanan, baik Dinas Kehutanan Kabupaten Tabanan maupun dengan KPH Bali Tengah.


KPH Bali Tengah
KPH Bali Tengah didirikan sesuai dengan Peraturan  Daerah Propinsi Bali No 2 Tahun 2008.  Luas wilayah yang dikelola seluas 14.000 Ha lebih, yang dibagi sebanyak 7 Resort Pengelolaan Hutan. Dimana masing-masing RPH memiliki luas lebih kurang 2.000 Ha.

Dari penjelasan Bapak Agung sebagai Kepala KPH Bali Tengah, belum ada kegiatan pemanfaatan yang di lakukan, apakah itu dalam bentuk pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), pemanfaatan jasa lingkungan, wisata religi maupun pemanfaatan sumber air.  Saat ini semuanya masih dalam bentuk rencana untuk melakukan pemanfataan kawasan hutan, mudah-mudahan di masa depan dapat terelaksana.

Di dalam kawasan KPH Bali Tengah ada lima desa yang sedang dalam proses perinjinan dari Gubernur Bali untuk ijin pengelolaan hutan Desa, yaitu Huta Desa Suligi seluar 90 Ha, Hutan Desa Lemukih seluas 988 Ha, Hutan Desa Wangiri seluas 250 Ha, Hutan Desa Selat seluas 516 Ha dan Hutan Desa Galungan seluas 712 Ha.

Penggunaan kawasan hutan oleh pihak lain pada kawasan KPH Bali Tengah adalah dalam bentuk Pinjam Pakai Kawasan hutan untuk penelitian LIPI dalam bentuk Kebun Raya Eka Karya Bedugul, serta penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan Geothermal, namun ini mendapat penentangan dari masyarakat Bali.

Kegiatan yang sudah dilaksanakan oleh KPH Bali Tengah yaitu dalam bentuk Reboisasi, pengkayaan hutan dan pemberian bibit kepada masyarakat, sementara kegiatan perlindungan dan pengamanan dalam bentuk pencegahan pencurian kayu/penebangan liar, perambahan kawasan dan pencegahan kebakaran hutan.  Kegiatan ini di kawal oleh 52 orang personil, dimana 27 orang diantaranya adalah Polisi Kehutanan.

Kebun Raya Eka Karya Bali

Kebun Raya Bali ini merupakan salah satu dari empat buah Kebun Raya yang ada di Indonesia yaitu Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Purwodadi dan Kebun Raya Bali.  Kebun raya ini mengkhususkan dirinya untuk mengkoleksi jenis-jenis Coniferae  yang ada di seluruh dunia, sekaligus juga sebagai taman rekreasi. 

Kebun Raya ini didirikan pada tahun 1959 seluas 50 Ha, namun saat ini telah memiliki luas 157,5 Ha.  Pada saat ini telah memiliki 1.204 koleksi jenis, baik dalam bentuk tumbuhan hidup maupun dalam bentuk koleks herbarium.

Dalam pengelolaannya, Kebun Raya Bali ini di bagi ke dalam beberapa zona yaitu : zona khusus, zona perkantoran, zona hutan tropis, zona religi, zona wisata, zona penelitian dan pendidikan, zona penerimaan dan zona hutan tanaman.

Jumlah tenaga yang melakukan pengelolaan adalah sebanyak 198 orang yang terdiri dari 141 PNS, 55 PTT dan 2 pegawai daerah Kabupaten Tabanan.  Dengan jumlah pegawai sebanyak ini, Kebun Raya Bali memiliki visi untuk menjadi kebun raya terbaik kelas dunia.

Desa Adat Selat

Setelah diadakan pertemuan di Kebun Raya Bali, kami di ajak keliling kebun raya dan melihat suasana hutan hujan tropis, kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju Desa Adat Selat.  Di tengah perjalanan kami melihat ada dua danau diatas Gunung, seakan kita sedang berjalan di Danau Di atas dan danau di Bawah Sumatera Barat, suatu pemandangan yang sangat menakjubkan.  Sebelum kami sampai di Desa Selat, saya melihat hamparan tanaman cengkeh yang cukup luas, kalau saya perkirakan umurnya sudah lebih dari 30 tahun, dan saya juga membayangkan bahwa masyarakat yang punya kebun cengkeh tersebut tentu kehidupannya cukup sejahtera.

Kesadaran masyarakat Selat, dimulai ketika pada tahun 1988 terjadi kehilangan sumber air pada Desa Selat.  Maka semenjak itu disusunlah sebuah peraturan desa dalam bentuk Awig-awig, yang salah isinya adalah mengenai pengelolaan hutan.  Salah satu isinya adalah, apabila seorang menebang 1 pohon maka wajib baginya mengganti 10 batang pohon.

Pada tahun 2005 muncul GERHAN yang dilaksanakan pada tahun 2006 oleh 2 kelompok tani, dengan menanam berbagai macam jenis tanaman.  Dengan semangat menanam tersebut, pada tahun 2009 hasil tanaman tahun 2006 tersebut di nyatakan sebagai tanaman nomor 1 untuk Propinsi Bali dan ketika di lombakan pada tingkat Nasional, maka tanaman tersebut mendapat peringkat 2 di seluruh Indonesia.

Dengan adanya mekanisme Hutan Desa di dalam PP No. 6 Tahun 2007 dan Permenhut no 49 tahun 2008, maka Pemerintah Desa selat mengajukan usulan pencadangan hutan desa kepada Kementerian Kehutanan, dan pada tangga 11 Nopember tahun 2011 keluar izin dari Kementerian Kehutanan seluas 552 Ha untuk kegiatan Hutan Desa.

Saat ini Desa Selat lagi menunggu izin Gubernur untuk mendapat hak pengelolaan hutan desa, dimana izin Gubernur masih terkendala dengan adanya Pemilihan Kepala daerah pada tahun ini, karena persoalan tersebut di bawa ke ranah politik.

Ketika ditanyakan apa modal untuk membangun hutan desa yang akan dikelola oleh Bada Usaha Milik Desa (Bumdes), maka kepala Desa mengatakan :
  1. Modal utama adalah semangat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dari kawasan hutan
  2. Kebersamaan yang sudah terjalin baik di tengah masyarakat
  3. Adanya peran tokoh masyarakat, yang bicaranya diikuti oleh masyarakat
  4. Adanya pelatihan SDM
  5. Arisan pohon
  6. Adanya tenaga local secara swadaya menjadi penjaga hutan secara informal (Pecalang).

Pengamanan Hutan Di Desa Galungan

Setelah pagi hari jumat kami mengejar lumba-lumba di pantai lovina, yang mana kami hanya mendapatkan ekor lumba-lumba, itupun hanya dapat di lihat dari jauh, maka kami melanjutkan perjalanan menuju Desa Galungan Kecamaan Sawan.

Ketika saya memasuki Desa Galungan, suatu hal yang kami perhatikan hutannya sangat bagus dan tertata dengan rapih.  Namun ketika kami sampai di Kantor Desa Galungan, dan di sambut oleh tokoh masyarakat Desa Galungan, ada Kepala Desa Dinas, Kepala Desa Adat, Kepala BPD Desa, Komandan Pecalang, Kapolsek Kecamatan Sawan.

Ternyata hutan Desa Galungan yang kami lihat saat ini sangat asri, ternyata ketika euforia reformasi pada tahun 1998 juga mengalami kerusakan, bahkan ada usaha-usaha dari berbagai pihak untuk mengambil manfaat sepihak tanpa mempedulikan dampak aktivitas mereka keselamatan masyarakat akibat perbuatan mereka.

Kepala desa Galungan, kemudian mengambil inisiatif untuk memecahkan masalah yang sedang terjadi dengan cara melakukan pertemuan, diskusi dengan berbagai pihak, sambil mengukur kemampuan yang di miliki oleh desa.  Sampai akhirnya dapat diambil keseimpulan bahwa mereka semua harus menjaga hutan, karena hutan merupakan sumber kehidupan mereka.  Jika mereka tidak menjaga hutan, maka kehidupan mereka akan hancur.  Satu hal yang saya tangkap dari Kapolsek Sawan, mengatakan bahwa jangan sampai mata air yang ada di desa ini, suatu saat menjadi air mata.  Dengan adanya kesepakatan yang sudah diambil, maka kondisi hutan di Desa Galungan sangat terawat dengan baik.

Air Terjun Bedukul

Air Terjun ini terletak di Desa Bedukul, saat ini sudah di kelola oleh masyarakat adat desa Bedukul.  Potensi air terjun yang terdapat di desa ini sebanyak 5 air terjun, dimana untuk menuju kesana sudah terdapat jalan setapak dengan beton, pokoknya cukup mudah untuk mencapainya.  Namun setelah sampai di pinggir sungai, maka kita harus menyeberangi sungai untuk mendapat air terjun dengan ketinggian lebih kurang 50 meter, sangat indah.....


Penangkaran Rusa
Setelah melakukan kunjungan ke lokasi wisata air terjun di Desa Bedukul, kami melanjutkan perjalanan menuju Desa Bibiti untuk melihat penangkaran rusa yang dikelola oleh Karang Taruna Desa Bebiti.  Tujuan penangkaran ini diutamakan untuk sesembahan ketika ada acara adat di Desa Bebiti tersebut.

Saat ini terdapat 10 ekor rusa yang sedang di tangkar, yang awalnya hanya dua ekor.  Luas kebun penangkaran 3.000 meter persegi, cukup untuk 10 ekor rusa berkembang secara alami.

Penutup

Hasil pembelajaran 2 hari ini adalah :
  1. Ajaran agama sangat berpengaruh terhadap sikap dan prilaku masyarakat
  2. Peran tokoh masyarakat sangat penting dalam mensukseskan program pemerintah
  3. Adanya semangat dan keinginan yang kuat masyarakat untuk mengelola hutan
  4. Perlu dibangun kebersamaan, sehingga tidak rasa curiga di antara masyarakat
  5. Peran Dinas Kehutanan dalam melakukan pendampingan


Tidak ada komentar: