Jumat, 26 April 2013

PELATIHAN CALON KKPH ANGKATAN III DITUTUP


Oleh : Jamal Husni, S.hut, MM

Setelah melakukan pelatihan selama 4 bulan dengan dua fase, yaitu fase I yang dilaksanakan pada tanggal 18 septermber 2012 sampai dengan tanggal 16 Nopember 2012 dan fase II yang dilaksanakan mulai tangggal 4 Maret 2013 sampai dengan tanggal 22 April 2013 resmi di tutup oleh Direktur WP3H Bapajk Ir. Is Mugiono, MM.

Acara penutupan dilaksanakan pada hari senin tanggal 22 April 2013 di Aula Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan Gunung Batu Bogor, yang dihadiri oleh Kasubdit Pengelolaan Hutan Bapak Ir. Ali Djajono, Para Widya Iswara Pudiklat, Para Narasumber dan perwakilan dari PT. Musi Hutan Persada Pak De Darmo.

Dalam laporannya ketua panita pelaksana Ibu ir. Endang menyampaikan bawah para peserta diklat CKKPH ini pada awalnya adalah 29 orang yang dibiayai oleh Planologi, dan ditambah dengan 4 orang dari Propinsi Papua dengan biayadari Pemerintah Propinsi Papua.  Namun pada fase II yang mengikuti sampai akhir hanya 25 orang di tambah 3 orang dari Propinsi Papua.

Hasil akhir dinyatakan bahwa dari 25 orang tersebut dinyatakan lulus 24 orang dan 1 orang di nyatakan tidak lulus, karena tidak bisa mengikuti diklat sampai akhir dikarenakan sakit.  Adapun diklat ini telah menghasilkan 3 orang lulusan terbaik sesuai dengan urutan :
  1. Terbaik I adalah Jamal Husni, S.Hut, MM dari KPHL Model Lima Puluh Kota Propinsi Sumatera Barat
  2. Terbaik II adalah Abdul Aziz, S.Hut dari KPHL Ganda Dewata Propinsi Sulawesi Barat
  3. Terbaik III adalah H. Susilo Pranoto, S.Hut dari Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan TImur

Penyampaian kesan dan pesan oleh Jamal Husni
Pada kesempatan penutupan tersebut juga disampaikan kesan dan pesan oleh salah seorang peserta yaitusaya sendiri  Jamal Husni, S.Hut, MM.  Dalam hal ini saya menyampaikan bahwa pada hari ini, sesungguhnya kami bersedih karena akan berpisah dengan teman-teman peserta yang telah berjuang bersama selama 4 bulan baik pada fase I maupun pada fase II, juga gembira karena kami akan kembali bertemu dengan keluarga yang sudah ditinggalkan cukup lama, karena hampir seluruh peserta baru pertama kali mengikuti pelatihan yang cukup lama.

Kesan yang mendalam yang dirasakan peserta selama pelatihan ini adalah, terjalinnya hubungan yang harmonis dan keakraban, sehingga kadangkala bercanadanya sudah kelewat batas, namun karena keakraban tersebut semuanya menjadi biasa saja.  Walaupun di tahap awal pertemuan memang masing-masing diri saling menjaga image masing-masing, namun seiring berjalannya waktu hubungan tersebut cair dan terjadilah keakraban yang cukup bagus, baik antar peserta, dengan widyaiswara maupun dengan panitia pelaksana.

Saya Bersama Direktur WP3H ir. Is Mugiono, MM
Saya juga mengatakan bahwa dalam diklat ini sudah banyak ilmu yang di dapat, namun memang ketika kembali ketempat masing-masing timbul kegamangan, apakah ilmu tersebut bisa dilaksanakan dengan berbagai hambatan birokrasi yang terjadi di masing-masing daerah.  Disamping itu di harapkan juga pada pelaksanaan pelatihan pada masa yang akan datang lebih banyak mengajarkan studi kasus, karena kasus-kasus itu memang nyata terjadi di lapangan dan dicarikan jalan keluarnya.  Dengan pola seperti itu, maka seluruh peserta akan terbiasa menyelesaikan berbagai macam persoalan yang akan di hadapi di lapangan.

Pada kesempatan tersebut saya juga menyampaikan pernyataan sikap yang sudah di buat oleh peserta pelatihan diklat yaitu sebagai berikut :

  1. Bertekad untuk membangun dan mensukseskan program KPH di tempat Kami masing-masing.
  2. Diharapkan kementerian memberikan dorongan/rekomendasi kepada Pemerintah Propinsi/Kabupaten/kota yang memiliki KPH untuk mengangkat dan mempertahankan peserta diklat CKKPH yang/untuk menduduki jabatan Kepala KPH di Kabupaten masing-masing
  3. Kami sangat mendukung kebijakan Bakti Sarjana Kehutanan dan penempatan lulusan SMK Kehutanan dan SKMA untuk di tempatkan pada KPH, dan secepatnya di realisasikan.
  4. Dalam rangka mempercepat operasionalisasi KPH, maka Kami meminta dan memohon kepada Kementerian Kehutanan untuk memerintahkan dan menugaskan beberapa orang staf Kementerian Kehutanan diperbantukan di KPH seperti dari BPKH 1 orang, BPDAS 1 orang dan BP2HP 1 orang untuk jangka waktu 2 tahun, sampai KPH siap melaksanakan kegiatan sendiri.
  5. Kepada Kementerian Kehutanan agar membuat surat Edaran Kepada Bupati penerima Sarana dan Prasarana KPH untuk menyerahkan seluruh Sarpras KPH  tersebut baik berupa kendaraan roda dua, roda empat serta bangunan beserta isinya kepada organisasi dan pelaksana KPH.
  6. Diharapkan kementerian membuat regulasi penggunaan Dana DAK-Kehutanan bagi KPH yang sudah terpenuhi sarprasnya bisa menggunakan untuk kegiatan operasional, sedangkan yang belum cukup sarprasnya diperuntukkan untuk memenuhi Sarpras.

Saya bersama Kasubdit Bpk. Ir. Ali Djajono
Kemudian saya sebagai ketua kelas menyerahkan hasil laporan kegiatan yang telah kami lakukan di PT. MHP Prabumulih dan di Dinas Kehutanan Propinsi Bali yaitu di KPH Bali Timur, Bali Tengah, Bali Barat dan Tahura Ngurah Rai serta BPHM wilayah I. Kepada perwakilan PT. MHP, kepada Direktur WP3H Bapak Is Mugiono dan kepada Kapusdiklat Kehutanan Bogor.
Acara selanjutnya sambutan dari Bapak Direktur WP3H Ir. Is Mugiono, MM sekaligus menutup seluruh rangkaian kegiatan Diklat Calon Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan yang telah dilaksanakan selama 4 bulan secara resmi.

Dalam sambutan Bapak Is Mugiono, mempunyai harapan yang sangat besar bagi terlaksananya seluruh KPH yang ada di Indonesia, terutama bagi KPH-KPH yang sudah di didik.  Bapak Is Mugiono juga memberikan apresiasi yang besar kepada seluruh peserta yang telah menyatakan tekadnya untuk membangun KPH.  Namun beliau menyampaikan bahwa tekad itu harus dilaksanakan, jangan hanya sekedar tekad ketika bersama-sama di tempat Diklat ini.

Jumat, 12 April 2013

PRAKTEK PEMBELAJARAN DI KPH BALI TENGAH


Ir. Jamal Husni, MM

Pembelajaran hari kamis dan Jumat tanggal 11 -12 April 2013 di lanjutkan ke KPH Bali Tengah yang meliputi empat Kabupaten yaitu Kabupaten Badung, Bangli, Buleleng dan Kabupaten Tabanan.  Para peserta berangkat dari Denpasar menuju Bali Tengah dengan 3 buah minibus, sekalian chek out dari hotel, karena hari ini kami pindah hotel ke pantai utara pulau Bali.  Lokasi yang akan dituju untuik 2 hari ini meliputi 6 tempat yaitu pengelolaan hutan oleh masyarakat adat di Pura Luhur Batukau di desa Wongaya Gede Kabupaten Tabanan, kemudian di lanjutkan ke Kebun Raya Eka Karya Bali di Desa Candikuning, Baturiti Kabupaten Tabanan, kemudian dilanjutkan ke Hutan Desa di Desa Selat Kabupaten Buleleng. Pengelolaan Hutan di Desa Galungan, Pengelolaan Air terjun di Desa Bedukul dan Penangkaran rusa di Desa Bebiti.

Perjalanan di tempuh ke desa Wongaya selama 2 jam, melewati sawah yang terhampar dengan pemandangan sangat indah, apalagi sawah-sawah yang ada tertata, kemudian dengan metode penanaman serentak membuat pemandangan tersendiri bagi para peserta pelatihan Calon KKPH Angkatan III fase II ini.

Pura Luhur Batukau

Pura Luhur ini termasuk pura tertua di Pulau Bali.  Ketika saya tanyakan tentang sejarah ini, maka tetua Pura Luhur ini mengatakan bahwa mereka tidak  mengetahui kapan pertama kali pura ini di dirikan, dari cerita yang mereka dapatkan bahwa ketika para Resi datang dari Pulau Jawa pada Abad ke 13, mereka sudah menemukan adanya tempat sembahyang di lokasi ini.  Hal ini menunjukkan bahwa Pura ini termasuk pura yang sudah sangat tua, bahkan ketika saya tanya kepada orang yang ada di sekitar pura, mereka berani mengatakan bahwa pura ini didirikan pada abad ke 4, dan juga ada yang mengatakan bahwa pura ini didirikan sezaman dengan Kerajaan pertama di Indonesia yaitu kerajaan Kutai di Kalimantan Timur yang didirikan pada abad ke 2 masehi.

Dari 6 Pura besar di Bali, maka pura Luhur Batukau termasuk salah satunya dari Kahyangan besar di Pulau Bali.  Pura ini terletak di tengah hutan lindung Gunung Batukau, namun kawasan ini sudah di enclave dari kawasan hutan.  Keberadaannya di tengah hutan membuat Pura ini menjadi salah satu tujuan pemujaan umat agama Hindu di Bali dari berbagai Daerah.

Ketika saya mendengar penjelasan para tokoh dan tetua adat, maka saya dapat mencatat beberapa hal yang membuat terjaga dan lestarinya hutan Gunung Batukau yang luas 3.256,62 Ha sebagai berikut :
  1. Keterikatan masyarakat dengan hutan juga di dukung oleh ajaran agama Hindu yang melekat di tengah masyarakat, walaupun ajaran ini hampir sama saja dengan ajaran pada agama lain yaitu TREE HITA KERANA,  Artinya dalam kehidupan ini manusia akan senantiasa berhubungan dengan tiga keadaan yaitu : Hubungan Manusia dengan Pencipta, Hubungan Manusia dengan Alam Lingkungan, Hubungan Manusia dengan sesama manusia.
  2. Dalam menyikapi hubungan dengan alam lingkungan, maka para tetua adat atau para guru atau para pendeta, senantiasa menekankan kepada umat mereka bahwa mereka harus senantiasa menjaga lingkungan mereka sebagai wujud cinta mereka pada sang maha pencipta yang mereka puja di Pura ini.  Kebetulan pura ini terletak di tengah kawasan hutan, sehingga tingkat ketergantungan dan petuah para guru serta keyakinan akan ajaran mereka membuat mereka tidak berani merusak hutan.
  3. Adanya ketergantungan masyarakat akan air untuk keperluan pertanian yang mereka yakini bersumber dari dalam kawasan hutan.  Sehingga mereka tetap menjaga hutan, bahkan hasil hutan bukan kayu pun tidak mereka lakukan pemungutan.
  4. Dengan keberadaan Pura di tengah kawasan hutan, membuat keterikatan masyarakat dengan hutan cukup tinggi, dan masyarakat sudah merasakan keberadaan hutan sangat membantu usaha mereka di dalam bidang pertanian.
  5. Disamping adanya ajaran Tree Hita Kerana, dan keberadaan para tokoh dan tetua,  Peraturan Pemerintah dalam mengatur hutan juga membuat masyarakat Desa Wongaya  Gede dan sekitarnya juga selalu menjaga hutan.  Ada anggota masyarakat mereka yang sudah merasakan  lembabnya penjara karena melakukan penebangan hutan.
  6. Adanya penjaga desa adat (PECALANG) yang senantiasa melakukan pengamanan di desa adat.  Secara permanen belum ada organisasi yang melakukan pengelolaan hutan di daerah ini.  Organisasi yang ada, hanya mengelola soal pemujaan yang ada di Pura ini, dan masyarakat mengikuti peraturan yang mereka lakukan, dan mereka secara swadaya berusaha menjaga hutan.
  7. Adanya hubungan yang baik antara tokoh masyarakat adat dengan Dinas Kehutanan, baik Dinas Kehutanan Kabupaten Tabanan maupun dengan KPH Bali Tengah.


KPH Bali Tengah
KPH Bali Tengah didirikan sesuai dengan Peraturan  Daerah Propinsi Bali No 2 Tahun 2008.  Luas wilayah yang dikelola seluas 14.000 Ha lebih, yang dibagi sebanyak 7 Resort Pengelolaan Hutan. Dimana masing-masing RPH memiliki luas lebih kurang 2.000 Ha.

Dari penjelasan Bapak Agung sebagai Kepala KPH Bali Tengah, belum ada kegiatan pemanfaatan yang di lakukan, apakah itu dalam bentuk pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), pemanfaatan jasa lingkungan, wisata religi maupun pemanfaatan sumber air.  Saat ini semuanya masih dalam bentuk rencana untuk melakukan pemanfataan kawasan hutan, mudah-mudahan di masa depan dapat terelaksana.

Di dalam kawasan KPH Bali Tengah ada lima desa yang sedang dalam proses perinjinan dari Gubernur Bali untuk ijin pengelolaan hutan Desa, yaitu Huta Desa Suligi seluar 90 Ha, Hutan Desa Lemukih seluas 988 Ha, Hutan Desa Wangiri seluas 250 Ha, Hutan Desa Selat seluas 516 Ha dan Hutan Desa Galungan seluas 712 Ha.

Penggunaan kawasan hutan oleh pihak lain pada kawasan KPH Bali Tengah adalah dalam bentuk Pinjam Pakai Kawasan hutan untuk penelitian LIPI dalam bentuk Kebun Raya Eka Karya Bedugul, serta penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan Geothermal, namun ini mendapat penentangan dari masyarakat Bali.

Kegiatan yang sudah dilaksanakan oleh KPH Bali Tengah yaitu dalam bentuk Reboisasi, pengkayaan hutan dan pemberian bibit kepada masyarakat, sementara kegiatan perlindungan dan pengamanan dalam bentuk pencegahan pencurian kayu/penebangan liar, perambahan kawasan dan pencegahan kebakaran hutan.  Kegiatan ini di kawal oleh 52 orang personil, dimana 27 orang diantaranya adalah Polisi Kehutanan.

Kebun Raya Eka Karya Bali

Kebun Raya Bali ini merupakan salah satu dari empat buah Kebun Raya yang ada di Indonesia yaitu Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Purwodadi dan Kebun Raya Bali.  Kebun raya ini mengkhususkan dirinya untuk mengkoleksi jenis-jenis Coniferae  yang ada di seluruh dunia, sekaligus juga sebagai taman rekreasi. 

Kebun Raya ini didirikan pada tahun 1959 seluas 50 Ha, namun saat ini telah memiliki luas 157,5 Ha.  Pada saat ini telah memiliki 1.204 koleksi jenis, baik dalam bentuk tumbuhan hidup maupun dalam bentuk koleks herbarium.

Dalam pengelolaannya, Kebun Raya Bali ini di bagi ke dalam beberapa zona yaitu : zona khusus, zona perkantoran, zona hutan tropis, zona religi, zona wisata, zona penelitian dan pendidikan, zona penerimaan dan zona hutan tanaman.

Jumlah tenaga yang melakukan pengelolaan adalah sebanyak 198 orang yang terdiri dari 141 PNS, 55 PTT dan 2 pegawai daerah Kabupaten Tabanan.  Dengan jumlah pegawai sebanyak ini, Kebun Raya Bali memiliki visi untuk menjadi kebun raya terbaik kelas dunia.

Desa Adat Selat

Setelah diadakan pertemuan di Kebun Raya Bali, kami di ajak keliling kebun raya dan melihat suasana hutan hujan tropis, kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju Desa Adat Selat.  Di tengah perjalanan kami melihat ada dua danau diatas Gunung, seakan kita sedang berjalan di Danau Di atas dan danau di Bawah Sumatera Barat, suatu pemandangan yang sangat menakjubkan.  Sebelum kami sampai di Desa Selat, saya melihat hamparan tanaman cengkeh yang cukup luas, kalau saya perkirakan umurnya sudah lebih dari 30 tahun, dan saya juga membayangkan bahwa masyarakat yang punya kebun cengkeh tersebut tentu kehidupannya cukup sejahtera.

Kesadaran masyarakat Selat, dimulai ketika pada tahun 1988 terjadi kehilangan sumber air pada Desa Selat.  Maka semenjak itu disusunlah sebuah peraturan desa dalam bentuk Awig-awig, yang salah isinya adalah mengenai pengelolaan hutan.  Salah satu isinya adalah, apabila seorang menebang 1 pohon maka wajib baginya mengganti 10 batang pohon.

Pada tahun 2005 muncul GERHAN yang dilaksanakan pada tahun 2006 oleh 2 kelompok tani, dengan menanam berbagai macam jenis tanaman.  Dengan semangat menanam tersebut, pada tahun 2009 hasil tanaman tahun 2006 tersebut di nyatakan sebagai tanaman nomor 1 untuk Propinsi Bali dan ketika di lombakan pada tingkat Nasional, maka tanaman tersebut mendapat peringkat 2 di seluruh Indonesia.

Dengan adanya mekanisme Hutan Desa di dalam PP No. 6 Tahun 2007 dan Permenhut no 49 tahun 2008, maka Pemerintah Desa selat mengajukan usulan pencadangan hutan desa kepada Kementerian Kehutanan, dan pada tangga 11 Nopember tahun 2011 keluar izin dari Kementerian Kehutanan seluas 552 Ha untuk kegiatan Hutan Desa.

Saat ini Desa Selat lagi menunggu izin Gubernur untuk mendapat hak pengelolaan hutan desa, dimana izin Gubernur masih terkendala dengan adanya Pemilihan Kepala daerah pada tahun ini, karena persoalan tersebut di bawa ke ranah politik.

Ketika ditanyakan apa modal untuk membangun hutan desa yang akan dikelola oleh Bada Usaha Milik Desa (Bumdes), maka kepala Desa mengatakan :
  1. Modal utama adalah semangat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dari kawasan hutan
  2. Kebersamaan yang sudah terjalin baik di tengah masyarakat
  3. Adanya peran tokoh masyarakat, yang bicaranya diikuti oleh masyarakat
  4. Adanya pelatihan SDM
  5. Arisan pohon
  6. Adanya tenaga local secara swadaya menjadi penjaga hutan secara informal (Pecalang).

Pengamanan Hutan Di Desa Galungan

Setelah pagi hari jumat kami mengejar lumba-lumba di pantai lovina, yang mana kami hanya mendapatkan ekor lumba-lumba, itupun hanya dapat di lihat dari jauh, maka kami melanjutkan perjalanan menuju Desa Galungan Kecamaan Sawan.

Ketika saya memasuki Desa Galungan, suatu hal yang kami perhatikan hutannya sangat bagus dan tertata dengan rapih.  Namun ketika kami sampai di Kantor Desa Galungan, dan di sambut oleh tokoh masyarakat Desa Galungan, ada Kepala Desa Dinas, Kepala Desa Adat, Kepala BPD Desa, Komandan Pecalang, Kapolsek Kecamatan Sawan.

Ternyata hutan Desa Galungan yang kami lihat saat ini sangat asri, ternyata ketika euforia reformasi pada tahun 1998 juga mengalami kerusakan, bahkan ada usaha-usaha dari berbagai pihak untuk mengambil manfaat sepihak tanpa mempedulikan dampak aktivitas mereka keselamatan masyarakat akibat perbuatan mereka.

Kepala desa Galungan, kemudian mengambil inisiatif untuk memecahkan masalah yang sedang terjadi dengan cara melakukan pertemuan, diskusi dengan berbagai pihak, sambil mengukur kemampuan yang di miliki oleh desa.  Sampai akhirnya dapat diambil keseimpulan bahwa mereka semua harus menjaga hutan, karena hutan merupakan sumber kehidupan mereka.  Jika mereka tidak menjaga hutan, maka kehidupan mereka akan hancur.  Satu hal yang saya tangkap dari Kapolsek Sawan, mengatakan bahwa jangan sampai mata air yang ada di desa ini, suatu saat menjadi air mata.  Dengan adanya kesepakatan yang sudah diambil, maka kondisi hutan di Desa Galungan sangat terawat dengan baik.

Air Terjun Bedukul

Air Terjun ini terletak di Desa Bedukul, saat ini sudah di kelola oleh masyarakat adat desa Bedukul.  Potensi air terjun yang terdapat di desa ini sebanyak 5 air terjun, dimana untuk menuju kesana sudah terdapat jalan setapak dengan beton, pokoknya cukup mudah untuk mencapainya.  Namun setelah sampai di pinggir sungai, maka kita harus menyeberangi sungai untuk mendapat air terjun dengan ketinggian lebih kurang 50 meter, sangat indah.....


Penangkaran Rusa
Setelah melakukan kunjungan ke lokasi wisata air terjun di Desa Bedukul, kami melanjutkan perjalanan menuju Desa Bibiti untuk melihat penangkaran rusa yang dikelola oleh Karang Taruna Desa Bebiti.  Tujuan penangkaran ini diutamakan untuk sesembahan ketika ada acara adat di Desa Bebiti tersebut.

Saat ini terdapat 10 ekor rusa yang sedang di tangkar, yang awalnya hanya dua ekor.  Luas kebun penangkaran 3.000 meter persegi, cukup untuk 10 ekor rusa berkembang secara alami.

Penutup

Hasil pembelajaran 2 hari ini adalah :
  1. Ajaran agama sangat berpengaruh terhadap sikap dan prilaku masyarakat
  2. Peran tokoh masyarakat sangat penting dalam mensukseskan program pemerintah
  3. Adanya semangat dan keinginan yang kuat masyarakat untuk mengelola hutan
  4. Perlu dibangun kebersamaan, sehingga tidak rasa curiga di antara masyarakat
  5. Peran Dinas Kehutanan dalam melakukan pendampingan


Rabu, 10 April 2013

Proses Pembelajaran di RPH Rendang KPH Bali Timur



Oleh : Ir. Jamal Husni, MM

Pada hari Rabu, tanggal 10 April 2013 Rombongan Diklat Calon KKPH Angkatan III Fase II melanjutkan praktek di Kabupaten Karang Asem.  Tepatnya kegiatan dilaksanakan di RPH Rendang KPH Bali Timur.  Adapun objek yang akan di lihat adalah pengeolaan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Penyadapan Getah Pinus, Pengelolaan Hutan bersama masyarakat dalam mekanisme Hutan Desa dan Wisata Religius di Pura Besakih.



Penyadapan Getah Pinus
Kegiatan penyadapan Getah Pinus di KPH Bali Timur di laksanakan oleh Perum Perhutani KPH Banyuwangi Selatan.  Dalam pelaksanaannya dilakukan perjanjian kerjasama antara Perum Perhutani dengan Dinas Kehutanan Propinsi Bali.  Beberapa poin penting yang menjadi perjanjian adalah
  1. Metode penyadapan harus menggunakan system bor, dan tidak boleh menggunakan system kuare.
  2. Perum perhutani dalam penyadapan harus melibatkan masyarakat sekitar kawasan hutan tersebut.
  3. Memberikan kompensasi kepada Dinas Kehutanan dalam bentuk PAD propinsi Bali sebanyak Rp. 1000/kg.

Perum Perhutani membayar jasa penyadapan kepada masyarakat adalah sebesar Rp. 3.500/kg.  Dari hasil pantauan di lapangan ditemukan bahwa masing-masing orang yang melakukan penyadapan mendapatkan pohon sebanyak lebih kurang 400 batang.

Dalam penyadapan, dengan system bor ini, pada setiap lubang akan dapat di keluarkan getah pinus sebanyak 8 gr.  Pada masing-masing pohon terdapat lebih kurang 4 lubang bor.  Sehingga penghasilan seorang kelompok tani dalam 1 bulan adalah (4 lubang/batang  x 9 gr/lubang/hari  x 400 batang x 30 hari Rp. 3.500/kg = 1.500.000).  Kegiatan penyadapan getah pinus pada areal ini juga di laksanakan sambilan, artinya mereka sambil mengambil rumput gajah, mereka melakukan penyadapan getah pinus.  Dengan adanya penyadapan getah pinus, maka areal KPH dapat dipelihara oleh masyarakat dengan baik.

Beberapa keuntungan dengan menggunakan sistem Bor ini adalah :
  1. Minyak yang dihasilkan relatif bersih, bahkan berdasarkan hasil penelitian, getah pinus dari Rendang ini termasuk kualitas 1
  2. Kerusakan yang ditimbulkan dengan pengeboran sangat cepat pulih, sehingga dalam waktu 4 - 6 bulan, bekas lubang bor sudah menutup kembali.
  3. Teknologi sederhana, tidak terlalu sulit, dan hasilnya tidak berbeda nyata dengan sistem kuare.
  4. Pohon relatih tidak "tersakiti".
Setelah melihat sistem Bor ini, saya berfikir bagaimana supaya sistem ini dapat di adopsi di tempat saya, yang saat ini masih menggunakan sistem kuare, sehingga pohon sangat tersakiti, bahkan tidak jarang yang roboh dan mati sedang berdiri.


Hutan Desa
Rencana hutan desa yang akan dikembangkan oleh KPH Bali Timur seluas 1.000 Ha.  Yang nantinya akan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan terutama dalam pengelolaan rumput gajah untuk peternak sapi. 
Hasil kunjungan lapangan yang kami lakukan di temukan :
  1. Masing-masing KK di Daerah Dusun Pule Desa Pempatan memiliki ternak antara 5 – 10 ekor sapi.
  2. Masing-masing peternak melakukan penanaman rumput di dalam kawasan hutan KPH
  3. Belum ada pengaturan yang serius oleh KPH dalam penanganan mereka.
  4. Masyarakat merasa, bahwa dengan penanaman yang mereka lakukan di dalam kawasan ikut menjaga kelestarian hutan
  5. Masyarakat mengetahui bahwa mereka melakukan penanaman secara illegal, dan mereka cukup antusias agar aktivitas mereka di legalkan.
  6. Mereka mau di atur sepanjang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mereka tidak dirugikan dalam pengaturan tersebut.


Wisata Religius
Rombongan melanjutkan perjalanan ke Pura tertua di Pulau Bali yaitu Pura Besakih.  Kami tidak dapat masuk ke dalam Pura, karena pada saat kunjungan sedang dilaksanakan peringatan hari jadinya Pura tersebut, sehingga pengunjung cukup ramai untuk melakukan sembahyang dalam agama Hindu.

Melihat letak Pura tersebut, sepertinya di dalam kawasan hutan.  Kalau memang dalam kawasan hutan, maka pihak KPH seharusnya melakukan langkah-langkah menjadi lokasi tersebut Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus, mengingat Pura ini sudah ada sebelum Negara ini ada.

Wisata Taman Safari
Selesai berkeliling di Kabupaten Karang Asem, maka rombongan kembali ke Denpasar, dan singgah di Taman Safari Bali.  Taman ini luasnya lebih kurang 40 Ha, dengan terdapat lebih kurang 60 spesies langka yang ada di dunia.  Kami mengikuti rute dengan menggunakan bus pengelola Taman Safari, dimana kami berkunjung ke hewan/binatang khas Indonesia seperti Gajah, rusa, kijang dan kambing, Orang Hutan,  selanjutnya kami masuk ke daerah kawasan Asia, diaman di dalamnya terdapat binatang dari India, seperti kijang, rusa, harimau, singa.  Selanjutnya kami masuk kawasan afrika, disana kami melihat unta, rusa, singa, kuda nill, jerapah, zebra dsb.

Selesai kunjungan dengan Bis, kami melanjutkan jalan kaki ke lokasi perikanan.  Disana kami melihat banyak model-model ikan, diantaranya ada ikan piranha, dan beberapa jenis ikan lainnya.

Yang tidak kalah menariknya adalah disediakan sebuah tempat khusus untuk berphoto dengan Singa.  Walaupun singa tersebut kelihat sangat jinak, akan tetapi tidak ada satu orangpun dari anggota rombongan yang berani berfoto dengan Singat tersebut.

Wisata Kuliner
Selesai berkeliling, rombongan melanjutkan perjalanan wisa oleh-oleh khas Bali, yaitu ke Toko Krisna, yang menyediakan berbagai macam oleh-oleh khas Bali mulai dari makanan, kalung, gelang dan segala permainan anak-anak serta tidak terlupa pakaian dengan berbagai ukuran dan beraneka jenis.

Harganya lumayan murah untuk ukuran wisata, walaupun murah, tidak sadar masing-masing rombongan akhirnya mengeluarkan konceknya tidak kurang dari Rp 100.000 – 500.000 setiap orang.  Ada yang membeli baju untuk anak, mainan anak, dan tidak lupa oleh-oleh untu istri tercinta, maklum pelatihan ini meninggalkan istri lebih kurang 2 bulan lamanya, harus ada surprise yang di bawa pulang dari perantauan pendek ini.

Penutup
Dari hasil kunjungan lapang hari ini dapat diambil beberapa pelajaran penting :
  1. Antusiasme masyarakat dalam mengelola hutan, harus segera ditindak lanjuti dengan kebijakan nyata yaitu upaya legalisasi mereka di dalam kawasan, apakah dalam bentuk HKM maupun dalam bentuk hutan Desa.
  2. Dengan mekanisme pelibatan masyarakat dalam kawasan ini, maka akan memberikan manfaat yang besar bagi KPH dalam pengawasan dan pengelolaan hutan.
  3. Mengingat hasil getah ini cukup bagus, maka sebaiknya KPH Bali Timur melakukan langkah-langkah yang pasti, sehingga hasil penngelollan getah pinus ini memberikan manfaat yang luar biasa bagi Pemda, bukan hanya dalam bentuk sumbangan pihak ketiga.
  4. Sudah waktunya melakukan organizing dan actuating, tidak perlu lagi berwacana, kondisinya sudah jelas, hanya tinggal action saja, maka semua cita-citanya akan menjadi kenyataan.
  5. Keberadaan pura di tengah kawasan harus segera di selesaikan, sehingga KPH tidak di salahkan di masa depan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
  6. Sistem Bor dapat menjadi salah satu acuan dalam penyadapan getah pinus di berbagai daerah yang ada di Indonesia.



Selasa, 09 April 2013

Pembelajaran di KPH Bali Timur




Oleh : Jamal Husni


Pada hari ini Selasa tanggal 9 April 2013, kami para peserta Pendidikan dan Pelatihan Calon Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Angkatan III Fase II melakukan perjalanan menuju KPH Bali Timur yang terletak di Kabupaten Bangli.  Jarak Kantor KPH Bali Timur di Kintamani dengan Kota Denpasar lebih 80 – 100 km yang dapat ditempuh selama lebih kurang 2 jam perjalan jika tidak ada kemacetan.

Kami berangkat dengan tiga minibus tempat jam 07.30 dan sampai di Kanntor KPH sekitar jam 10.00 WITA.  Perjalanan menuju Kintamani bagi yang sempat melihat cukup mengasikkan, karena di kiri kanannya banyak sawah, banyak pohon dan udaranya cukup segar.  Apalagi ketika kita sudah mulai memasuki kawasan Gunung Batur.  Kita dapat melihat di kiri dan kanan jalan lembah yang memanjang, dan nyata sekali bahwa kita berjalan di punggung bukit, di mana di kiri kanannya terdapat ngarai/jurang, hal itu menimbulkan pemandangan tersendiri bagi rombongan peserta diklat.

Sesampai di kawasan Gunung Batur, kami berhenti di Rumah Makan Suling Bali, para peserta semua sibuk mencari toilet, maklum sudah pada penuh.  Di sana kita disuguhi dengan tawaran oleh-oleh khas Bali berupa baju, dengan berbagai macam tawaran, mulai dari 5 buah 100 ribu sampai akhirnya di jual 10 lebar 100 ribu rupiah.  Sebagian teman-teman mereka membeli atas berbagai alas an, ada yang beralasan kasihan, memang butuh untuk oleh-oleh dan ada yang terus menekan harga sehingga dia dapat membeli dengan harga murah.  Waktu itu saya berfikir sudah sampai di Lokasi, ternyata rombongan masih melanjutkan perjalanan lebih kurang 5 km lagi sehingga kita sampai di Kantor KPH Bali Timur.


KPH Bali Timur
Di Kantor KPH kami disambut dengan makanan ringan seperti goring pisang, lepat Nagasari, lepat ketan, dan tidak lupa kacang-kacangan, disertai dengan Kopi dan The Panas.  Acara dilanjutkan dengan pertemuan dengan Kepala KPH Bali Timur Bapak Ir. Abdul Muthalib.  Beliau merupakan peserta Diklat Calon KKPH Angkatan II yang telah memberanikan dirinya dan tempat kerjanya sebagai lokasi praktek bagi adik tingkatnya.


Bapak Abdul Muthalib menjelaskan sejarah pendirian KPH Bali Timur yang sudah di rintis semenjak Tahun 2002, kemudian menjadi organisasi sesuai dengan Perda Propinsi Bali No. 2 Tahun 2008, dibentuk sebagai UPTD di bawah Dinas Kehutanan Propinsi Bali.  Beliau menjelaskan banyak sekali potensi yang ada di KPH Bali Timur ini terutama sekali Potensi Jasa Lingkungan (Wisata Alam, Air Panas, Danau Batur, Wisata Religi), juga ada potensi pemungutan Getah Pinus, yang saat ini masih di tangani secara operasional oleh Perum Perhutani.

Selesai makan siang, kami yang muslim pergi melaksanakan shalat Zuhur di Mesjid Al Muhajirin (saya bersyukur di tengah masyarakat Bali yang beragama Hindu masih terdapat sebuah mesjid).  Mesjid ini cukup bagus dengan diseain dan arsitektur yang bagus, rapih dan bersih serta juga memiliki view yang cukup bagus membelakangi kaldera Gunung Batur, yang terdapat dua kawah Gunung Api Batur dan Danau Batur.




Museum Vulkanologi
Perjalanan kemudian kami lanjutkan ke Museun Vulkanologi Gunung Batur.  Museum ini merupakan milik Kementerian ESDM republik Indonesia.  Di sana kami disambut oleh pengelola museum dan mendapat penjelasan apa aktivitas yang di lakukan di Museum tersebut, termasuk sejarah Gunung Berapi terutama Gunung Batur.  Tidak lupa kami di suguhi tontonan sejarah Gunung Batur di Bioskop yang terdapat di museum tersebut.
Dari melihat film tersebut, maka kita akan dapat mengetahui bagaimana sejarah terjadinya Kaldera Gunung Batur ini.  Dahulunya Gunung Batur Purba merupakan Gunung yang cukup tinggi dengan ketinggian lebih dari 3000 m dpl, akan tetapi setelah meletus pada 20.300 tahun yang lalu maka terbentuk kaldera yang cukup luas dengan diameter panjang lebih kurang 13 km dan diameter pendek lebih kurang 8 km.  Kemudian sekitar 20.150 tahun yang lalu juga terjadi letusan ulang, yang berakibat terbentuk kaldera kedua yaitu kaldera yang terdapat di dalam kaldera yang pertama dengan diameter lebih kurang 7 km, kemudian selanjutnya terbentuk Danau Batur yang panjang lebih kurang 7 km.   Akibat letusan tersebut, saat ini Gunung Batur hanya memiliki ketinggian lebih kurang 1.700 m dpl.
Dengan adanya letusan tersebut, maka saat ini terbentuk bentang alam yang sangat indah dan menjadi minat para wisatawan baik domestic maupun manca Negara.


Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang terdapat di Kaldera Gunung Batur, tepatnya di pinggir Danau Batur.  Daerah rehabilitasi tersebut merupakan Kawasan Konservasi, yang penuh dengan bebatuan bekas letusan gunung Batur pada Tahun 1964.  Ketika kami melihat lokasi RHL tersebut, memang perlu kerja ekstra untuk dapat menghasilkan tumbuhan yang baik dengan tingkat pertumbuhan yang baik.  Lokasi RHL ini merupakan lokasi yang hampir dikatakan tidak memiliki solum, sehingga kalau kita akan menanam, harus di datang tanah dari luar, sehingga penanganannya perlu manajemen dan pembiayaan tersediri/khusus yang berbeda dengan manajemen RHL pada umumnya.  Disamping itu perlu dilakukan penanaman jenis-jenis tanaman pionir, seperti Pinus, akasia, dan sebagainya yang dapat bertahan hidup dalam kondisi tanah yang sangat ekstrim.
Sumber Mata Air Panas
Di KPH Bali Timur, tepat di Kaldera Gunung Batur, dipinggir Danau Batur terdapat juga sumber air panas, yang sudah di kelola oleh masyarakat adat.  Sumber air panas tersebut sudah di kelola dengan baik, dimana terdapat beberapa kolam pemandian dengan air yang sangat jernih, dan panasnya tidak terlalu, sehingga ketika kita mau mandi bisa langsung masuk ke dalamnya.  Di areal ini terdapat 4 kolam pemandian dengan ukuran sedang.  Sehingga kalau hari hujan, sepertinya sangat enak untuk mandi, akan tetapi saying, kami tidak dapat mandi, karena waktunya sangat terbatas.  Mudah-mudahan di lain waktu dapat mandi di sana.
Kamping Ground
Perjalanan kami lanjutkan ke lokasi kamping ground yang dikelola oleh Desa adat di Desa Baliwoso.  Menuju lokasi kami sempat tersesat atau nyasar menuju lokasi, karena memang lokasi tersembunyi di dalam kampong yang cukup terpencil.  Di sana dengan luas lahan hanya 1,2 ha, mereka sulap menjadi lokasi kamping dengan menyediakan tenda berbagai ukuran yang dapat diisi dengan orang sebanyak 6 – 10 orang.  Dan setiap orang yang menginap di sana dalam bentuk paket kegiatan, akan dikenakan biaya sekitar Rp. 600.000/orang/hari.  Dengan fasilitas  makan 3 kali, mengunjungi traking wisata alam, melihat kerajinan bamboo, pokoknya bersahabat dengan alam.
Walaupun letaknya di pelosok, namun lokasi tersebut katanya cukup di kenal di Manca Negara, dengan bukti di sana pernah di adakan konfrensi yang dihadiri oleh 18 negara di dunia.  Ternyata dengan kehandalan dan manajemen yang professional, sekecil apapun yang kita miliki dapat menghasilkan sesuatu yang berharga.
Kerajinan bambu
Perjalanan kami hari ini di tutup dengan mengunjugi kerajinan bambu di desa Kayubihi, kami disuguhi dengan berbagai macam kerajian bambu.  Yang terbanyak dari hasil produksi mereka adalah penghias/semacam angklung yang dapat di letakkan di depan rumah, dan ketika diterpa angin akan mengeluarkan bunyi yang beraneka ragam.  Bahan baku bambu yang digunakan adalah jenis bambu hati.  Mereka menggunakan bambu tersebut karena beberapa alas an diantaranya : bambu tersebut termasuk bambu yang memiliki kualitas paling bagus, tahan rayap dan tidak mudah pecah serta gampang untuk di olah.

Yang sangat menakjubkan bagi saya adalah, hasil kerajian tangan mereka yang hampir semuanya manual, diekspor ke Amerika.  Saya tidak habis piker, ternyata tempat produksi hari ini tidak menjadi bahan acuan, karena kita sudahh dapat menjual kemana saja yang kita mau dan kita bisa tahu dimana saja pasar yang meminta hasil kerajinan kita.  Merek dagang yang mereka gunakan adalah LIVINGOUT.

Penutup
Hasil perjalanan yang melelahkan hari ini dapat memberikan pelajaran yang berharga bagi saya diantaranya :
1.       Allah swt. Telah memberikan alam yang sangat indah dan kaya kepada umat manusia, tinggal manusia mau mensyukuri nikmat tersebut atau tidak.
2.       Salah satu wujud syukur tersebut adalah dengan memanfaatkan sebaik-baiknya pemberian Allah tersebut, dengan tetap memperhatikan kelestariannya.
3.       Kita sebagai manusia senantiasa dituntut untuk kreatif dan senantiasa mencari jalan keluar dari setiap kesulitan yang kita temui.
4.       Tempat/lokasi, ternyata bukanlah sebagai penentu, akan tetapi PROMOSILAH yang sangat menentukan setiap aktivitas.
Supaya kita berhasil dalam membangun KPH, maka promosi menjadi salah satu kunci yang sangat mutlak diperlukan.

Selasa, 19 Maret 2013

OMONG DOANG (OMDO)


Ini di tulis disela-sela Presentasi KKPRA Diklat Calan Kepala KPH Fase II

Saya memperhatikan, ketika teman-teman Calon KKPH akan tampil untuk mempresentasikan KKPRA-nya masing-masing, timbul kegundahan pada sebagiannya, karena mereka beranggapan belum pernah tampil di depan audiens.  Pada hal ini merupakan kewajiban masing-masing untuk tampil.  Maka saya coba menulis tentang OMONG DOANG ini.

Omong dalam bahasa Indonesia disebut berbicara.  Kita mengetahui semenjak kita lahir dan beranjak besar kita pasti sudah bisa berbicara, sehingga berbicara menjadi aktivitas harian kita, bahkan orang yang sudah tidur kadanngkala juga berbicara dalam bahasa kita sering disebut Menggigau.

Banyak orang mengatakan kepada seseorang bahwa anda Omong Doang (OMDO), tapi apakah omong itu sesuatu yang mudah atau sesuatu yang butuh keahlian...???

Untuk menjawab hal tersebut butuh beberapa hal, karena jawabnya adalah TERGANTUNG.....

1.  Jika seseorang melakukan omong dengan tanpa maksud dan tujuan, maka memang itu sangat mudah, karena kita bisa berbicara dimana saja, kapan saja dan berbicara apa saja, tanpaperlu memperhatikan hasil dari pembicaraan.

Pembicaraan seperti inilah yang memang MUDAH dan banyak di praktekkan dalam kehidupan.  Orang berbicara dengan teman sepermainan, berbicara di warung, berbicara di lapangan, yang jelas pembicaraannya memang tidak memiliki maksud tertentu.

2. Jika seseorang melakukan OMONG dengan maksud dan tujua tertentu, maka itu memang termasuk rumit, kecuali bagi orang-orang yang memiliki keterampilan dan keahlian.

Omong bukanlah sebuah ilmu yang dapat kita baca, kemudian akhirnya kita menjadi bisa, tapi ilmu lebih kepada keterampilan, maka OMONG perlu di latih dan di didik, sehingga seseorang tersebut dapat OMONG sesuai dengan keadaan dan kepentingannya.  Beberapa teknik OMONG bisa kita lihat sesuai dengan keadaan, kepentingan dan dalam situasi apa, dan siapa yang kita hadapi.

OMONG dengan seseorang, empat mata atau berdua saja atau bertiga untuk menjelaskan sesuatu tentu akan berbeda ketika kita OMONG di hadapan beberapa orang dalam bentuk PRESENTASI, tentu akan juga berbeda dengan OMONG didepan SEMINAR, juga akan berbeda dengan OMONG di depan massa.  Semuanya merupakan keterampilan.

Seandainya kita pernah membaca sejarah, bagaimana seorang yang berna HOS COKROAMINOTO, seorang tokoh Islam, Pahlawan Bangsa, Mertuanya Soekarno (presiden pertama RI), gurunya Soekarno.  Semua orang tahu pada waktu awal pergerakan beliau sering disebut Raja Jawa Tanpa Mahkota.  Artinya omongannya sangat di dengar dan diperhatikan oleh lawan bicaranya, maupun oleh orang-orang yang jauh di seluruh penjuru nusantara.

Disanalah Soekarno belajar.  Waktu itu beliau berfikir, cara OMONG HOS COKROAMINOTO biasa-biasa saja, artinya seperti bicaranya para Kiyai pada umumnya, datar, tidak banyak variasi, akan tetapi penuh dengan isi.  Dengan cara berbicara seperti itu saja, banyak yang mau menjadi pengikutnya.  Kemudian Soekarno berfikir, bagaimana kalau seandainya saya tambah sedikit variasi dalam carang OMONG ini, tentu orang akan semakin tertarik dan mudah untuk mengikutinya.  Akhirnya Dunia mengetahui bahwa Soekarno adalah orang yang sangat Jago dalam OMONG.

Saat ini setiap orang harus pandai OMONG, kalau mereka punya keinginan yang akan di wujudkan,  karena semuanya pasti di mulai dari OMONG, tidak mungkin dimulai dari aktivitas lain.  Tapi perlu diingat ketika akan OMONG, maka ada aktivitas yang perlu dilakukan yaitu berjalan, bergerak ke tempat orang yang akan di ajak OMONG atau Mengundang dan Mengajak orang yang akan di ajak OMONG.

Yang tidak boleh dilakukan adalah OMONG sendiri di depan dinding, di sepanjang jalan, di tengah keramaian.   Kalau mau OMONG sendiri, maka caranya adalah dengan :
1. MENULIS,  ketika kita Menulis, maka OMONG sendiri kita juga akan di dengar dan dibaca oleh orang lain.
2. Dapat  dilakukan di depan Kamera, di depan Rocorder,  sehingga OMONG kita juga akan bisa di dengar oleh orang lain.

Yang jadi pertanyaan adalah, apakah OMONG itu bermanfaat atau ada gunanya...???

Untuk menjawab hal tersebut tentu juga sangat tergantung ke adaan dan situasinya :
1.  Seorang guru, Penyuluh, Widya Iswara, Dai, Ust, memang tugasnya adalah OMONG.  Kalau dia lebih banyak bergerak dari pada ngomong, maka hal itu tidak ada artinya.  Bahkan bayaran tertinggi saat ini adalah orang yang memiliki ilmu tertentu dan kemudian diminta untuk OMONG menyampaikan ilmunya kepada orang yang di harapkan.
Coba kita bayangkan, kalau seandainya orang yang punya ilmu kemudia tidak di suruh OMONG tapi lebih banya mengerjakan sendiri hasil temuannya, dan orang lain di suruh melihat apa yang di kerjakannya, maka tentulah orang tidak akan banyak mengerti dengan apa yang dikerjakannya.

2.  Seorang pekerja kasar, maka kegiatannya adalah bekerja fisik, dan tidak boleh banyak OMONG.  Karena dengan banyak OMONG aktivitasnya tidak akan ada artinya bahkan tidak akan menyelesaikan pekerjaan.

Jika kita memperhatikan lingkungan kita, semakin tinggi level seseorang, maka aktivitasnya lebih banyak kepada OMONG dari pada aktivitas fisik.

Oleh karena itu supaya kita menjadi orang hebat harus belajar bagaimana OMONG, apakah OMONG di depan seseorang, OMONG di depan undangan, OMONG di depan orang banyak maupun OMONG dalam diri sendiri dalam bentuk tulisan, maupun dalam bentuk rekaman.

Kita tidak perlu mendengar ocehan orang lain, ketika kita di tuduh OMONG DOANG, karena OMONG memang sesuatu yang sangat penting, dan OMONG akan mengubah kehidupan dunia.  Anda punya sesuatu, kalau anda tidak OMONG, maka apa yang anda punya tidak akan ada artinya.

MARILAH BELAJAR OMONG.
(Jamal Husni)

Sabtu, 16 Maret 2013

BAGAI MEMANDIKAN KUDA


Sebuah Pembelajaran Resolusi Konflik di Petak 73 KPH Bandung Selatan

Petak 73 yang terletak di Desa Pulosari Kec. Pangalengan, dahulunya merupakan kawasan hutan Produksi, dimana masyarakat juga banyak terlibat dalam pengolahan lahan di kawasan tersebut. Namun ketika muncul keputusan Pemerintah merubah kawasan tersebut dari kawasan produksi menjadi kawasan lindung, yang berdampak tidak adanya akses masyarakat ke dalam kawasan tersebut, pada hal sebagian tanaman yang ada di dalam kawasan tersebut merupakan tanaman masyarakat yang bekerjasa sama dengan Perum Perhutani KPH Bandung Selatan.

Pada tahun 1997 terjadilah awal krisis moneter, yang ditandai dengan tutupnya banyak perusahaan yang berakibat terjadinya PHK besar-besaran yang juga menimpa masyarakat Pangalengan yang bekerja di pabrik-pabrik tersebut. Dampak lanjutannya adalah mereka kembali ke kampung halaman masing-masing untuk bertahan hidup. Untuk bertahan hidup, maka mereka dapat melihat kawasan hutan yang dapat dijadikan sumber penghidupan.

Keputusan menteri koperasi pada masa Adi Sasono yang menggulirkan KUT kepada masyarakat sebagai akibat krisis moneter, akibatnya masyarakat yang tidak punya lahan juga melirik kawasan hutan sebagai tempat berusaha. Kawasan tersebut adalah petak 73 di Desa Pulo Sari Pangalengan.

Akibat berbagai kebijakan tersebut menimbulkan konflik di tengahg masyarakat, dimana pemerintah ingin daerah kawasan hutan yang ada di Petak 73 mernjadi kawasan lindung dalam rangka menjaga catchment area Citarum, yang akan dapat menjaga keutuhan wilayah di DAS Citarum sampai ke Jakarta, sementara masyarakat sekitar, karena di dera oleh kebutuhan hidup membutuhkan lahan tersebut.

Untuk meredakan konflik yang terjadi di tengah masyarakat, maka Gubernur Jawa Barat memberikan alternatif pemecahan masalah bagi masyarakat yang sudah terlanjur masuk ke dalam kawasan hutan: Alih fungsi, Alih komoditi, dan Alih lokasi.

Namun karena masyarakat sudah terbiasa dan butuh dengan keadaan kehidupannya membuat mereka nekad untuk tetap melakukan aktivitas walaupun dengan sembunyi, ditambah lagi keterbatasan aparat keamanan, sehingga kawasan yang ada pada petak 73 menjadi semakin hancur dan menjadi lahan yang terbuka dengan tingkat erosi yang sangat tinggi.

Sebagian masyarakat yang berusaha di kawasan hutan perhutani tersebut, akhir mengambil pilihan alih komoditi, yaitu dengan mencoba menanam tanaman kopi, yang berasal dari masukkan salah seorag anggota masyarakat Pangalengan yang bekerja sebagai penyuluh du Aceh tengah.

Tapi sebagian besar masyarakat tidak mau, maka di sini diambillah sebuah inisiatih oleh beberapa orang tokoh masyarakat Pangalengan untuk memulai sebuah usaha penanaman Kopi, walaupun tidak mendapatkan respon yang berarti dari masyarakat lainnya.  Mereka ini ingin membuktikan bahwa usaha Kopi ini sangat menguntungkan, dan lahan kawasan hutan juga akan terjaga dengan baik.

Maka dalam hal ini saya mengatakan bahwa tokoh masyarakat ini BAGAI MEMANDIKAN KUDA.  Artinya Ketika kita akan memandikan kuda, maka kuda tidak akan pernah mau masuk ke dalam air, kecuali kita dulu yang masuk ke dalam air tersebut, baru kuda tersebut kita tarik dan di masukkan ke dalam air.

Begitulah kiranya kita menyelesaikan konflik yang terdapat di masyarakat, bahwa harus ada orang yang mampu membuktikan bahwa suatu usaha, suatu perubahan yang dilakukan akan memberikan manfaat yang sangat besar kepada masyarakat.  Setelah mereka berhasil, maka masyarakat tanpa di komando atau diminta akan ikut berbondong-bondong mengikuti jejak kita.