Sabtu, 16 Maret 2013

BAGAI MEMANDIKAN KUDA


Sebuah Pembelajaran Resolusi Konflik di Petak 73 KPH Bandung Selatan

Petak 73 yang terletak di Desa Pulosari Kec. Pangalengan, dahulunya merupakan kawasan hutan Produksi, dimana masyarakat juga banyak terlibat dalam pengolahan lahan di kawasan tersebut. Namun ketika muncul keputusan Pemerintah merubah kawasan tersebut dari kawasan produksi menjadi kawasan lindung, yang berdampak tidak adanya akses masyarakat ke dalam kawasan tersebut, pada hal sebagian tanaman yang ada di dalam kawasan tersebut merupakan tanaman masyarakat yang bekerjasa sama dengan Perum Perhutani KPH Bandung Selatan.

Pada tahun 1997 terjadilah awal krisis moneter, yang ditandai dengan tutupnya banyak perusahaan yang berakibat terjadinya PHK besar-besaran yang juga menimpa masyarakat Pangalengan yang bekerja di pabrik-pabrik tersebut. Dampak lanjutannya adalah mereka kembali ke kampung halaman masing-masing untuk bertahan hidup. Untuk bertahan hidup, maka mereka dapat melihat kawasan hutan yang dapat dijadikan sumber penghidupan.

Keputusan menteri koperasi pada masa Adi Sasono yang menggulirkan KUT kepada masyarakat sebagai akibat krisis moneter, akibatnya masyarakat yang tidak punya lahan juga melirik kawasan hutan sebagai tempat berusaha. Kawasan tersebut adalah petak 73 di Desa Pulo Sari Pangalengan.

Akibat berbagai kebijakan tersebut menimbulkan konflik di tengahg masyarakat, dimana pemerintah ingin daerah kawasan hutan yang ada di Petak 73 mernjadi kawasan lindung dalam rangka menjaga catchment area Citarum, yang akan dapat menjaga keutuhan wilayah di DAS Citarum sampai ke Jakarta, sementara masyarakat sekitar, karena di dera oleh kebutuhan hidup membutuhkan lahan tersebut.

Untuk meredakan konflik yang terjadi di tengah masyarakat, maka Gubernur Jawa Barat memberikan alternatif pemecahan masalah bagi masyarakat yang sudah terlanjur masuk ke dalam kawasan hutan: Alih fungsi, Alih komoditi, dan Alih lokasi.

Namun karena masyarakat sudah terbiasa dan butuh dengan keadaan kehidupannya membuat mereka nekad untuk tetap melakukan aktivitas walaupun dengan sembunyi, ditambah lagi keterbatasan aparat keamanan, sehingga kawasan yang ada pada petak 73 menjadi semakin hancur dan menjadi lahan yang terbuka dengan tingkat erosi yang sangat tinggi.

Sebagian masyarakat yang berusaha di kawasan hutan perhutani tersebut, akhir mengambil pilihan alih komoditi, yaitu dengan mencoba menanam tanaman kopi, yang berasal dari masukkan salah seorag anggota masyarakat Pangalengan yang bekerja sebagai penyuluh du Aceh tengah.

Tapi sebagian besar masyarakat tidak mau, maka di sini diambillah sebuah inisiatih oleh beberapa orang tokoh masyarakat Pangalengan untuk memulai sebuah usaha penanaman Kopi, walaupun tidak mendapatkan respon yang berarti dari masyarakat lainnya.  Mereka ini ingin membuktikan bahwa usaha Kopi ini sangat menguntungkan, dan lahan kawasan hutan juga akan terjaga dengan baik.

Maka dalam hal ini saya mengatakan bahwa tokoh masyarakat ini BAGAI MEMANDIKAN KUDA.  Artinya Ketika kita akan memandikan kuda, maka kuda tidak akan pernah mau masuk ke dalam air, kecuali kita dulu yang masuk ke dalam air tersebut, baru kuda tersebut kita tarik dan di masukkan ke dalam air.

Begitulah kiranya kita menyelesaikan konflik yang terdapat di masyarakat, bahwa harus ada orang yang mampu membuktikan bahwa suatu usaha, suatu perubahan yang dilakukan akan memberikan manfaat yang sangat besar kepada masyarakat.  Setelah mereka berhasil, maka masyarakat tanpa di komando atau diminta akan ikut berbondong-bondong mengikuti jejak kita.

Tidak ada komentar: